Lahir pada tanggal 3 April 1804 dengan nama kecil Gusti Raden Mas
(GRM) Ibnu Jarot, beliau ditunjuk menjadi putera mahkota saat penobatan
ayahnya sebagai sultan pada tanggal 21 Juni 1812. Tidak lama berselang,
putra Sri Sultan Hamengku Buwono III dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hageng ini naik tahta sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono IV pada tanggal 9 November 1814 ketika usianya masih 10 tahun.
Karena
usianya yang masih belia, maka pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono
IV didampingi oleh wali raja. Salah satu wali raja yang ditunjuk saat
itu adalah Pangeran Notokusumo yang telah bergelar Paku Alam I.
Kedudukannya sebagai wali ditentukan hingga sultan mencapai akil baligh
di usia 16 tahun pada 1820. Walaupun demikian, menjelang penyerahan
kekuasaan Inggris ke Belanda pada tahun 1816, Ibunda Sultan –kemudian
disebut Ratu Ibu, dan Patih Danurejo IV lah yang menjalankan wewenang
sebagai wali sultan sehari-hari.
Kedekatan
Pangeran Diponegoro dengan adiknya, Sri Sultan Hamengku Buwono IV,
digambarkan seperti Kresna yang mengajari Arjuna. Ketika sang raja
dikhitan pada tanggal 22 Maret 1815, Pangeran Diponegoro sendiri yang
menutupi mata adiknya dengan kedua belah tangannya. Kemudian, dalam Kitab Kedung Kebo dan Babad Ngayogyakarta
disebutkan bahwa Pangeran Diponegoro sangat memperhatikan pendidikan
sang raja. Tidak jarang, dari Tegalrejo Pangeran Diponegoro menemui
sultan belia untuk menceritakan kisah-kisah budi pekerti dari kitab Fatah Al-Mulk dan Raja-Raja khayali Arab maupun Syiria. Sang pangeran juga sering membacakan naskah-naskah penting seperti Serat Ambiya, Tajus Salatin, Hikayat Makutha Raja, Serat Menak, Babad Keraton, Arjuna Sasrabahu, Serat Bratayudha, dan Rama Badra.
Untuk mendukung pendidikan sang raja kecil ini, Ratu Ibu juga menunjuk
Kyai Ahmad Ngusman – kepala pasukan Suronatan dan Letnan Abbas –perwira
Sepoy untuk mengajar baca Al Quran dan baca tulis Melayu.
Kedekatan
Pangeran Diponegoro dengan keraton mulai renggang ketika Patih Danurejo
IV semakin menancapkan pengaruhnya di Kasultanan. Patih Danurejo IV
mendukung sistem sewa tanah untuk swasta, praktek yang mengakibatkan
kesengsaraan bagi penduduk kasultanan. Belum pernah sebelumnya
pengusaha-pengusaha Eropa menjalankan usaha perkebunan yang besar
seperti kopi dan nila hingga pada masa tersebut. Selain itu, Patih
Danurejo IV juga menempatkan saudara-saudaranya di posisi-posisi
strategis. Puncaknya ketegangan antara Pangeran Diponegoro dengan Patih
Danurejo IV terjadi tatkala Garebeg Sawal pada tanggal 12 Juli
1820. Di hadapan Sultan yang sudah mulai berkuasa secara mandiri itu,
Pangeran Diponegoro mencela Patih Danurejo IV yang telah menyewakan
tanah kerajaan di Rejowinangun.
Hanya
berselang dua tahun sejak menjalankan pemerintahan secara mandiri, Sri
Sultan Hamengku Buwono IV meninggal dunia. Di hari beliau wafat, 6
Desember 1823 (22 Rabingulawal 1750), Sri Sultan Hamengku Buwono
IV masih berusia 19 tahun. Dalam beberapa catatan disebutkan bahwa
beliau meninggal dunia setelah kembali dari kunjungan ke
pesanggrahannya. Maka kemudian nama beliau dikenal sebagai Sultan Seda Besiyar. Sri Sultan Hamengku Buwono IV dimakamkan di Astana Besiyaran Pajimatan, Imogiri.
Dari
pernikahannya dengan sembilan orang istri, Sri Sultan Hamengku Buwono
IV mendapat 18 orang anak. Namun hampir sepertiga dari anak-anaknya
meninggal ketika masih kecil. Yang menjadi penerus kemudian adalah
puteranya dari permaisuri GKR Kencono, Gusti Raden Mas Gatot Menol, yang masih berusia 3 tahun.
Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono IV
Masa pemerintahan mandiri beliau
yang hanya berjalan selama dua tahun membuat segala kebijakan lebih
banyak dikendalikan oleh Ratu Ibu, Patih Danurejo dan Belanda. Oleh
karena itu bisa dimaklumi jika tidak ada karya sastra besar maupun seni
yang dihasilkan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IV.
Namun demikian, terdapat dua buah kereta yang saat ini ada di Museum Kereta Keraton Yogyakarta, yaitu Kyai Manik Retno dan Kyai Jolodoro
yang merupakan peninggalan Sultan HB IV. Dua buah kereta kecil tersebut
dirancang untuk kebutuhan pesiar yang sering dilakukan oleh Sri Sultan.
http://kratonjogja.id/raja-raja/5/sri-sultan-hamengku-buwono-iv
Komentar
Posting Komentar